Tulisan ini aku persembahkan buat ayahku yang telah memeberikan aku banyak garam kehidupan sehingga aku menjadi pribadi yang luar biasa seperti ini. Ayah telah mengajarkanku tentang perjuangan untuk hidup, kesederhanaan, kelembutan, kesabaran, kearifan,dan hal baik lainnya. Terimakasih buat ayah yang telah menanamkan mimpi-mimpi luar biasa untukku, sehingga aku tahu bagaimana mimpi itu bisa menjadi jalan kesuksesan.
18 Oktober 2011 sekitar pukul 18.45
inilah saat terakhir aku menggenggam tangan ayah. Memang berat melepas kepergian seseorang yang kita sayangi untuk selama-lamanya dari kehidupan dunia. Tapi aku ingat, hidup ini hanya sementara. Dan ada yang lebih berkuasa atas kehidupan kita. Ayahku orang yang hebat, meskipun dalam kondisi lemah sekalipun ayah tidak mau jadi beban untuk orang-orang disekitarnya. Untuk mengenang ayah, aku ingin mengabadikannya dalam sebuah tulisan.
Ayahku orangya hebat, semasa hidupnya belum pernah ayah sakit keras sebelum akhirnya anemia aplastik bersarang ditubuhnya. Sampai saat ini, aku tidak tahu apa yang menyebabkan ayah terkena penyakit ini. Penyakit yang mengantarka ayah kembali kepada sang pencipta.
Awal vonis mengerikan,
sudah sebulan ayah merasa sesak nafas, tapi ayah urung memeriksakan kedokter. Sampai akhirnya ayah dibujuk untuk periksa ke dokter. Vonis awal dokter adalah, ayah mengalami pembekakan jantung. Sontak aku kaget dan khawatir dengan kodisi ayah, mengingat penyakit jantung merupakan pembunuh no.1 didunia. Aku takut kehilangan ayah terhebat yang pernah aku kenal ini. Setelah beberapa minggu mengkonsumsi obat, jantung ayah dinyatakan sehat dan sudah tidak bengkak lagi. Tentunya aku senang dengan keadaan ini. Tapi itu tidak berlangsug lama. Bukannya merasa lebih baik, ayah merasa badannya semakin lemas. Kemudian ayah diperiksakan ke sebuah rumah sakit yang menyatakan bahwa ayah mengalami anemia. Aku lega, karena setauku jika seseorang terkena anemia, setelah melakukan trasfusi darah akan segera lekas sembuh. Memang benar, kodisi ayah membaik setelah opname dirumah sakit selama sekitar 10 hari dan melakukan tranfusi beberapa botol. Tapi setelah kurang lebih dua minggu lepas transfusi itu, kodisi ayah semakin memburuk, kadar Hb nya turun dan jauh dari angka normal. Hingga ayah harus opname dirumah sakit lagi.
Vonis dokter yang mengancam...
Disebuah rumahsakit swasta sebut saja Rumah sakit Bethesda kalau tidak salah dokter yang menangani ayah adalah dr. Edi menangkap sesuatu yang aneh dari penyakit ayahku. Disinilah mulai terungkap bahwa ayah mengidap penyakit anemia aplastik. Bahkan ayah sempat divonis bahwa umurya tidak akan lama lagi. Sudah tentu aku menangis, tapi karena aku tidak ingin siapapun sedih dengan keadaanku, aku selalu berusaha tersenyum. Tidak ada yang tahu bagaimana anemia aplastik bisa disembuhkan. Salah satu sara yang tepat dilakukan adalah merangsang tempat pembetukan darah agar bisa memprodksi kembali darahnya tanpa tahu sampai kapa harus minum obat itu. Obatnya sangat mahal harganya, kalu diitung-itung +- 70ribu/butir. Padahal, dalam sehari ayah membutuhkan 2/3 butir untuk menjaga kondisinya membaik. funtastis.
Karena tidak tahu harus bagaimana pegobatan yang harus dilakukan. Untuk menjaga kondisi agar ayahku tetap bisa bernafas dengan baik, ayah harus bolak-balik ke rumah sakit untuk melakukan transfusi dan memeriksakan keadaan ayah. Hingga disuatu sore di pertengahan bulan puasa 1432H ayah merasa kedinginan yang amat sangat, hingga ayah menggigil. Entah apa yang dirasakan ayah saat itu, tapi aku merasa bahwa ayah merasa tidak nyaman. HIngga akhirnya ayah kembali kerumah sakit dan menjalani opname disana dan memaksa untuk melewatkan sebagian bulan puasa di rumah sakit (sunggh bukan hal yang enak). Tidak seperti biasanya, kali ini transfusi yang dilakukan tidak berhasil, tubuh ayah meangalami penolakan. Bulan puasa telah usai, tapi ayah belum juga membaik. Sehingga lebaran kali ini dilalui ayah dirumahsakit. Sakit banget rasanya jika mengingat waktu itu, mungkin bisa dibilang itu adalah Lebaran terburuk yang pernah kualami hingga kini. Tapi aku mencoba tersenyum disetiap waktu, aku tidak ingin orang-orang khawatir dan merasa kasihan kepadaku.
Ayah... ada apa denganmu, kenapa tak kunjug sehat, kenapa tidak mau makan, kenapa yah... aku kangen berkumpul dirumah kecil milik kita, tertawa, bercanda, dan bermain bersama disana. Cepat sembuh yah, lekas kembali pulang, aku tidakm ingin melihat ayah sedih tak ada hiburan diruangan sempit dan penuh dengan bau obat itu. Mungkin ayah mendengar raungan ku dalam hati, kira-kira setelah 25 hari opname dirumah sakit ayah meminta untuk pulang, walaupun kodisi ayah saat itu belum sehat betul. Tapi muka ayah selalu murung saat itu, aku merasakan kebosanan yang amat sangat dari tatapan ayah saat itu. Wajar saja ayah ingin cepat pulang, ayah pasti rindu suasana rumah yang sangat mengasyikkan ini. Walaupun awalnya dokter belum mengijinkan ayah untuk pulang, tapi melihat kondisi ayah yang rupanya susah untuk sehat kembali, maka dokter mengijinkan ayah untuk pulang. Mungkin dokter menganggap suasana rumah akan mendorong keinginannya untuk sembuh. Aku merasakan kebahagiaan ayah kala itu, rasanya ayah menemukana jiwanya yang sempat hilang. Sesampainya dirumah, ayah berjuang untuk kembali sehat. Hal ini jelas aku rasakan, ayah yang tidak ada mau makan sama sekali ketika dirumah sakit, sesampainya dirumah ayah menunjukkan bahwa dirinya sudah baik dan mau makan kembali. Ya... walaupun hanya beberapa suap saja. Hari demi hari suasana tak kunjung membaik, mungkin ayah sudah merasakan bahwa hidupnya didunia ini sudah tidak lama lagi. Ayah mencoba untuk bertahan melawan sakit ditubuhnya, terlihat dari wajah ayah yang sesekali meminta untuk dipijiti untuk mengurangi rasa sakit itu. Hingga disuatu sore, aku masih ingat hari itu hari Selasa, tanggal 18 Oktober 2012. Aku mendegar ayah mengeram kesakitan, ini buakan ayah yang kukenal, ayah yang kukenal tidak pernah mengeluh walaupun ia merasa sakit yang parah, karena aku tahu ayah tidak mau menjadi beban dan menyusahkan bagi orang lain. Tapi, mungkin rasa sakit yang ayah rasakan saat itu, sungguh amat sakit, hingga ayahku tidak mampu lagi mengungkapan rasa sakit itu. Terdengar beberapa kali ayah mengucap kalimat "Laa illa ha illalloh...", yang membuatku semakin khawatir. Hingga akhirnya sekitar pukul 18.40 ayah menghembuskan nafas terakhirnya, aku melihat dengan jelas saat itu, dan aku genggam erat tangan ayah yang kurasa masih hangat saat itu, tangan yang telah banyak mengajariku tentang kebaikan.
Awalnya aku sedih dan menangis, tapi aku lekas sadar bahwa jika aku teru-terusan sedih dan menangis itu hanya akan menjadi beban ayah saja. Untuk itu aku lekasmeghapus air mata dan tersenyum. Bukannaya aku bahagia dengan keadaan ini, tapi aku tidak mau ayah sedih melihta aku bersedih. Aku percaya, Alloh mengambil ayah dariku karena Alloh lebih sayang Ayahku dan Alloh lebih bisa menjaga ayah daripada kami. Alloh tidak ingin melihat ayah merasakan sakit lebih lama dari ini. Dan aku yakin Alloh pasti punya rencana yang indah dibalik semua ini. Alloh selalu punya recana indah tersendiri dibalik semua ini, karena itulah aku tidak pernah ragu denga rencana yang dibuat oleh Alloh.
untuk ayah yang sangat aku sayangi,
terimakasih untuk semuanya, terimakasih telah mengajariku kesabaran, kesederhanaan, kebaikan, dan pantang mennyerah, terimakasih untuk mimpi-mimpi luar biasa yang telah kau tanamkan padaku, terimakasih telah menjadi sosok yang baik dan inspiratif, walaupun ayah sudah pergi jauh, tapi percayalah, bahwa kesabaran, kesederhanaan, kebaika, semangat pantag menyerah, dan mimipi-mimpi luar biasa yang telah engkau tanamkan sejak aku masih kecil akan selalu ada bersamaku, hingga aku tua nanti...
Ya Alloh... aku kembalikan ayah pada-Mu,
aku mohon jagalah ia selalu, hiburlah jika sedang sedih, temani ia jika sedang kesepian, selimuti ia jika sedang kedinginan, beri kesejukan ia jika sedang merasa kepanasan,
ayah ku orang yang baik, aku percaya Engkau pasti akan menyapaya dengan ramah.
Ya Alloh... terimakasih telah memberiku seorang ayah yang hebat dan luar biasa kepadku...